Mengenal Kudok, Senjata Tradisional Bumi Besemah Sumsel yang Digunakan untuk Berkebun
Senjata ini biasa digunakan oleh masyarakat untuk menunjang aktivitas sehari-hari seperti berkebun
Senjata ini biasa digunakan oleh masyarakat untuk menunjang aktivitas sehari-hari seperti berkebun
Masyarakat di Indonesia memiliki berbagai senjata tradisional. Senjata tersebut biasanya digunakan pada saat peperangan atau untuk melindungi diri dari berbagai ancaman. Senjata tersebut juga menjadi bagian dari kebudayaan dari suatu daerah yang hingga kini masih dilestarikan.
Di Bumi Besemah, Sumatera Selatan, terdapat sebuah senjata tradisional bernama kudok. Senjata ini biasa digunakan oleh masyarakat untuk menunjang aktivitas sehari-hari seperti berkebun.
(Foto: giwang.sumselprov.go.id)
Kudok juga kerap menjadi oleh-oleh atau buah tangan yang cukup digemari oleh wisatawan yang datang ke sana. Seperti layaknya senjata keris di Jawa, Kudok rupanya juga digunakan di Bengkulu Selatan oleh masyarakat Manna.
Melansir dari laman indonesiakaya.com, secara fisik bentuk kudok mirip seperti parang yang terbuat dari material besi atau baja.
Kemudian di bagian gagangnya akan dililit dengan rotan halus yang disusun dengan rapi.
Bagian ujungnya runcing dengan pegangannya atau pulu yang berbentuk bulat.
Senjata ini juga disebut dengan Kudok Batelugh oleh masyarakat lokal. Dulunya, masyarakat Manna dari Bengkulu Selatan kerap menggunakan senjata ini karena banyak penduduknya yang berasal dari Besemah.
Senjata ini tak hanya digunakan untuk berperang atau melindung diri saja, tetapi sudah digunakan oleh masyarakat untuk beraktivitas sehari-hari terutama berkebun.
Terbuat dari material besi atau baja, tak sedikit dari pengrajin kudok menggunakan per mobil khususnya dibuat di Italia dan Jerman.
Hal ini karena per-per mobil dari kedua negara tersebut mengandung material baja yang banyak.
Kemudian untuk bagian gagangnya terbuat dari bahan kayu jati, lalu sarungnya pun terbuat dari kayu limau. Lalu, dililit menggunakan rotan yang diperkuat dengan malau atau getah kayu.
Selain itu, biasanya pengrajin akan menambahkan pengait di sisi sarung kudok yang terbuat dari kayu atau tanduk agar mudah dibawa ke mana-mana.
Kudok memiliki dua kategori ukuran, yaitu antara 30-35 cm dan 25-30 cm yang masing-masing memiliki fungsi dan kegunaannya sendiri. Kudok berukuran besar biasanya digunakan untuk membelah kayu atau bambu.
Sedangkan kudok berukuran kecil digunakan untuk membelah kayu atau bambu berukuran kecil, tetapi juga digunakan sebagai alat perlindungan diri dari berbagai ancaman. (Foto: Liputan6.com)
Secara filosofis Kudok bukanlah senjata adat yang harus dirawat atau dijaga sebagai bentuk simbolis.
Kudok hanya berfungsi sebagai senjata tradisional sekaligus menjadi ciri identitas mereka. Maka tak heran jika masyarakat Besemah memajang kudok di dinding rumahnya.
Mengutip dari kanal Liputan6.com, terdapat 10 jenis kudok yang berbeda, sesuai bentuk dan kegunaannya. Dari seluruh jenis kudok tersebut, ada beberapa jenis yang paling dicari yaitu jenis betelok, luncu, gerahan, dan rambai ayam.
Cara pembuatannya pun tergolong rumit. Ada banyak tahapan yang harus dilewati sebelum kudok bisa digunakan. Mulai dari mulai dari melebur besi per mobil, pencetakan, hingga pembentukan dengan cara ditempa sambil dibakar.
Dalam sehari, para pengrajin ini bisa menghasilkan tiga sampai lima kudok. Kemudian, kudok yang sudah dibentuk di bawa ke pengepul untuk disempurnakan kembali.
Tradisi ini jadi salah satu pesta adat masyarakat Sunda yang unik untuk meminta hujan
Baca SelengkapnyaKampung adat ini masih menjalankan tradisi leluhur
Baca SelengkapnyaSalah satu tarian tradisional asli masyarakat Suku Kerinci dari daerah Hamparan Rawang ini selalu menghadirkan penampilan yang membuat decak kagum.
Baca SelengkapnyaTradisi itu juga bisa menjadi potensi wisata karena banyak menyedot perhatian warga.
Baca SelengkapnyaTradisi tersebut telah diwariskan secara turun-temurun selama puluhan tahun.
Baca SelengkapnyaTradisi kuno dan unik dari Karo Sumut ini dilakukan dengan diam-diam dan bertujuan agar sebuah keluarga bisa segera memiliki anak laki-laki.
Baca SelengkapnyaTradisi ini biasa dilakukan oleh masyarakat Suku Serawai yang ada di Bengkulu yang dilaksanakan pada malam menjelang Idulfitri.
Baca SelengkapnyaSumando dimaknai oleh masyarakat Tapanuli Tengah sebagai sebuah kesatuan, yakni pertambahan atau percampuran antara satu keluarga dengan keluarga lainnya.
Baca SelengkapnyaTradisi masyarakat Sumatra Selatan ini tak hanya menjadi kearifan lokal, melainkan juga bermanfaat untuk menjaga ekosistem alam.
Baca Selengkapnya